Syarova
Soraya
(9965874308)
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui keefektifan umbi gadung (dioscorea hispida dennust) sebagai
pestisida alami.
Penelitian ini dilakukan dengan
metode eksperimen. Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah 40 hama
walang. Larutan yang digunakan terdiri dari 4 konsentrasi yang berbeda yaitu
5%, 10%, 15%, dan 20%. Satu konsentrasi larutan disemprotkan ke dalam kandang
yang berisi 10 walang. Pengaruh larutan pestisida umbi gadung dilihat dari
perubahan kondisi tubuh hama walang setelah disemprotkan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa umbi gadung (dioscorea
hispida dennust) dapat dijadikan sebagai pestisida alami didasarkan hasil
pengamatan terdapat 7 walang yang mati pada konsentrasi 10% , 7 walang yang
mati pada konsentrasi 15%, dan 7 walang yang mati pada konsentrasi 20%.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan umbi gadung (dioscorea hispida dennust) dapat dijadikan pestisda alami dengan
konsentrasi yang paling efektif adalah 10%.
Kata kunci : Umbi Gadung (dioscorea hispida dennust), pestisida
alami, hama walang
1. Pendahuluan
Peran tanaman sangat
penting bagi perekonomian indonesia. Maka dari itu kesuburan tanaman sangatlah
penting untuk diperhatikan oleh masyarakat Indonesia.
Produktivitas pertanian
dapat terganggu oleh adanya OPT (Organisme Pengganggu Tanaman). Organisme
pengganggu tanaman inilah yang dapat menimbulkan kerugian secara ekonomis terhadap
petani maupun masyarakat. Banyak sekali petani mengeluhkan hama tanaman yang
mengganggu proses pertumbuhan tanaman. Pengendalian hama yang baik yaitu dengan
cara biologis pengendaliannya meliputi penggunaan predator, binatang pemakan
hama, atau penggunaan parasit dan bakteri yang menyebabkan sakit pada hama.
(Pracaya,2008).
Untuk
memberantas hama yang merusak tanaman, para petani biasanya menggunakan
pestisida yang disemprotkan ke tanaman tersebut. Tapi kebanyakan petani mencari
pestisida yang bersifat kimia yang membahayakan lingkungan sekitarnya. Pemanfaatan tumbuhan untuk pestisida nabati seharusnya
mendapatkan perhatian serius dalam pemanfaatannya daripada pestisida kimia
karena disamping lebih mudah didapatkan dan lebih murah juga ramah lingkungan. Penggunaan
pestisida sintesis yang berlebihan akan menimbulkan berbagai dampak negatif
terhadap lingkungan diantaranya adalah dapat meracuni manusia dan hewan
domestik, meracuni organisme yang berguna, misalnya musuh alami hama, lebah dan
serangga yang membantu penyerbukan, mencemari lingkungan dengan segala
akibatnya, termasuk residu pestisida. Pestisida
yang bersifat kimia sangat membahayakan karena mengandung DDT (Dichloro
Diphenyl Trichloroethane) yang mengandung sifat apolar dan sifat DDT yang
stabil dan persisten. Banyak sekali tanaman yang dapat digunakan sebagai
pestisida alami untuk membasmi hama tumbuhan. Salah satu tanaman yang dapat
dimanfaatkan untuk dijadikan sebagai pestisida alami adalah tanaman umbi gadung
(http://www.gerbangpertanian.com).
Tanaman
umbi gadung tergolong umbi-umbian yang populer walaupun kurang mendapat
perhatian. Umbi ini sangat memungkinkan untuk dijadikan sebagai pestisida alami
karna mengadung zat yang bersifat racun bagi serangga, ulat, cacing (nematoda)
bahkan juga tikus (Sudarmo
Subiyatko, 2005). Berdasarkan hal tersebut, akan dilakukan
penelitian tentang pemanfaatan umbi gadung sebagai pestisida alami pembrantas hama tanaman.
2. Metodologi penelitian
Penelitian
ini didasarkan dengan cara eksperimental, yaitu penelitian yang menggunakan kelas eksperimen. Kelas
eksperimen dalam penelitian ini
adalah
umbi gadung (dioscorea hispida dennust)
yang di jadikan
cairan (larutan) dengan campuran air.
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 23 Oktober 2012 sampai tanggal 1 November 2012 bertempat di
laboratorium Biologi SMA Lazuardi
GIS.
Penelitian ini menggunakan
sampel yaitu serangga ‘walang’ sejumlah 50 walang. Dengan 4 konsentrasi cairan (larutan) umbi
Gadung yang sudah dikonversi dengan ukuran yang berbeda. Keempat cairan tersebut dibuat dengan
larutan yang memiliki konsentrasi umbi gadung berbeda yaitu 5%, 10%, 15%, dan
20%. Sedangkan 10 walang dijadikan sebagai
variable control. Pengambilan
sampel dilakukan dengan cara menyemprotkan cairan yang memiliki konsentrasi gadung 5% ke walang di kandang A, 10% ke walang di kandang B, 15% ke walang di kandang C, dan 20% ke walang di kandang D. Masing-masing
kardus yang diisi 10 walang akan dilihat dan dihitung durasi waktunya untuk
mengukur keefektifan masing-masing cairan tersebut dalam mematikan walang didalamnya.
Alat yang digunakan antara lain, Piala
gelas, Blender, Pisau, Kain, Baskom, Gunting, 4 botol spray, Tempat pengaduk. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu Umbi
gadung, Air, 40 walang
Pengambilan
sampel pada penelitian ini dilakukan di empat wadah berupa kardus yang berisi
masing-masing 10 walang dan di semprotkan dengan waktu yang bersamaan oleh
cairan yang berbeda kadar gadungnya. Tahap dalam penelitian ini adalah:
a. Mengupas umbi gadung yang telah dicuci
sebelumnya,
b. Memotong umbi gadung menjadi
potongan kecil,
c. Menyiapkan air sebanyak 100ml ke dalam
4 wadah yang berbeda,
d. Memasukkan umbi gadung ke dalam blender secara bergantian dengan
ukuran yang berbeda laludihaluskan,
e. Menghaluskan umbi yang telah disaring oleh kain tipis,
f. Memisahkan umbi
yang telah disaring dalam 4 wadah,
g. Mencampurkan larutan gadung dengan air
100 ml yang telah terpakai sebelumnya ke dalam masing-masing wadah,
h. Mengaduk larutan
umbi gadungdan air hingga tercampur,
i. Memasukan masing-masing cairan pestisida yang telah selesai
kedalam 4 botol spray,
j. Menyemprotkan masing-masing pestisida ke
kandang
yang terisi walang dengan ketentuan 1 kandang yang berisi walang disemprotkan 1 cairan,
k. Mengamati perubahan yang terjadi dan menghitung
durasi waktu masing-masing pestisida dalam mematikan walang,
3. Hasil dan Pembahasan
Konsentrasi
|
Tempat walang
|
Pengamatan
hama walang mati
|
Kondisi
hama walang setelah disemprotkan
|
Total
walang mati
|
||
5%
|
Kandang A
|
P1
|
-
|
-
|
Tidak
ada perubahan
|
Tidak
ada yang mati
|
P2
|
-
|
-
|
Tidak
ada perubahan
|
|||
P3
|
-
|
-
|
Tidak
ada perubahan
|
|||
10%
|
Kandang B
|
P1
|
Mati 2
|
-
|
Tidak
ada perubahan
|
7 mati
|
P2
|
Mati 5
|
-
|
Walang
diam/tidak loncat-loncat
|
|||
P3
|
-
|
-
|
Walang
diam/tidak loncat-loncat
|
|||
15%
|
Kandang C
|
P1
|
Mati 2
|
-
|
Walang
diam/tidak loncat-loncat
|
7 mati
|
|
|
P2
|
Mati 5
|
-
|
Walang
diam/tidak loncat-loncat
|
|
P3
|
-
|
-
|
Walang
diam/tidak loncat-loncat
|
|||
20%
|
Kandang D
|
P1
|
Mati 4
|
-
|
Walang
diam/tidak loncat-loncat
|
7 mati
|
P2
|
Mati 3
|
-
|
Walang
diam/tidak loncat-loncat
|
|||
P3
|
-
|
-
|
Walang
diam/tidak loncat-loncat
|
|||
Variabel kontrol
|
Selama satu hari tidak ada satupun
walang yang mati
|
Dari
hasil proses pembuatan di atas maka dilakukan penelitian untuk memastikan
keefektifan larutan umbi gadung untuk membunuh hama walang. Data pengamatan
yang didapatkan yaitu seperti dalam
tabel berikut:
Dari 10 hama walang tidak mengalami perubahan ketika
disemprotkan larutan dengan konsentrasi 5%, hal itu dikarenakan kandungan
dioskorin yang terdapat pada larutan tersebut terlalu kecil sehingga belum
mampu mengendalikan organisme pengganggu tanaman.
Hasil pengamatan pada saat penyemprotan larutan dengan
konsentrasi 10%, penyemprotan pertama tidak terlihat perubahan pada kondisi
walang.Pada penyemprotan kedua walang terlihat lebih diam dan tidak melompat
seperti biasanya. Beberapa waktu setelahnya 3 walang mati dengan mengeluarkan cairan dari
ekornya. Pada penyemprotan ketiga terlihat walang yang mati bertambah 4 ekor.
Sehingga total walang mati yang disemprotkan larutan dengan konsentrasi 10%
yaitu 7 ekor walang.Sisa walang yang masih hidup terlihat lemah dan tidak
bereaksi seperti biasanya.
Pada penyemprotan larutan dengan konsentrasi 15%,
penyemprotan pertama tidak terlihat perubahan pada walang, namun beberapa jam
setelahnya terlihat walang diam, terlihat lemah dan tidak bereaksi seperti
biasanya.Penyemprotan kedua terdapat 2 walang yang mati, dan pada penyemprotan
ketiga terdapat 5 walang yang mati. Kondisi walang yang masih hidup tidak bereaksi seperti
biasanya, sehingga jumlah walang yang mati karena disemprotkan larutan dengan
konsentrasi 15% yaitu 7 walang.Sisa walang yang masih hidup terlihat lemah dan
tidak bereaksi seperti biasanya.
Adapun
penyemprotan larutan dengan konsentarsi 20%, hasil yang diamati pada
penyemprotan pertama kondisi walang tidak seperti biasanya terlihat lemah dan beberapa jam setelah penyemprotan
terdapat 1 walang mati. Pada penyemprotan kedua terdapat 3 walang mati, dan
pada penyemprotan ketiga terdapat 3 walang mati.Kondisi walang yang masih hidup
tidak bereaksi seperti biasanya.Pada larutan dengan konsentrasi 20% yang
disemprotkan pada walang, dihasilkan jumlah walang yang mati yaitu 7 walang.
Dari konsentrasi 20% tidak menghasilkan perkembangan yang lebih terhadap
matinya hama walang.
Hama
walang yang mati disebabkan larutan umbi gadung memiliki zat beracun yaitu
dioskorin.Dioskorin adalah salah satu alkaloid yang bersifat racun bagi
serangga, ulat, cacing (nematoda),
bahkan juga tikus, (Richana, 2012). Dioskorin yang disemprotkan terhadap hama
walang mempengaruhi sistem syaraf dan mengganggu metabolisme tubuh hama walang.
Larutan yang disemprotkan terhadap tanaman tersebut juga menjadi antifidan.
Antifidan yaitu mencegah serangga memakan tanaman yang telah disemprot,
sehingga mengurangi selera makan dan
mengganggu metabolisme hama walang terhadap tanaman yang telah disemprotkan larutan
umbi gadung. Hal tersebut menjadikan kondisi walang semakin tidak stabil.Walang
semakin lemah dan tidak dapat bereaksi seperti biasanya sampai walang tersebut
mati.Pengamatan yang dilakukan seefektif mungkin agar dapat diterapkan secara
cepat, tepat dan ekonomis.Keefektifan zat dioskorin pada hasil pengamatan
terdapat di konsentrasi 10% dikarenakan pada konsentrasi tersebut jumlah walang
yang mati lebih dari 50%. Untuk konsentrasi 15% dan 20% jumlah walang yang mati
sama dengan konsentrasi 10%. Sehingga pemakaian konsentrasi umbi gadung 10%
sudah dapat digunakan untuk penggunaan pestisida nabati di lahan pertanian.
Penggunaan
pestisida sintesis yang berlebihan akan berdampak negatif terhadap lingkungan
diantaranya adalah dapat meracuni manusia dan hewan domestik, meracuni
organisme yang berguna, misalnya musuh alami hama, lebah dan serangga yang
membantu penyerbukan, mencemari lingkungan dengan segala akibatnya, termasuk
residu pestisida. (http://ikhwan-gres.blogspot.com).
Sedangkan jika kita memakai pestisida alami akan meminimalisir hal tersebut
walaupun proses kerja pestisida nabati cukup memakan waktu yang lama dan harus
diaplikasikan berulang-ulang. Pestisida umbi gadung mudah larut oleh air
sehingga tidak membahayakan bagi tanaman pangan seperti sayuran, buah-buahan,
obat-obatan herbal karena akan hilang pada tahap pencucian. Untuk pengolahan
pestisida nabati dari umbi gadung lebih mudah dibuat, bahan-bahan yang
dibutuhkan juga sangat praktis dan mudah ditemukan.Pertumbuhan umbi gadung sangat
cepat dan mudah diperbanyak.Tumbuhan umbi gadung dapat diambil tanpa mematikan
tanaman yang bersangkutan,(http://arsip.gatra.com).
Dibandingkan
dengan pestisida sintetik, untuk pemakaian umbi gadung sebagai pestisida nabati
tidak memerlukan biaya yang banyak.Bahkan para petani yang menanam umbi gadung
di pekarangan atau perkebunannya tidak perlu mengeluarkan biaya dalam pembuatan
pestisida nabati tersebut.
Kelemahan
penggunaan cairan perasan (ekstrak) umbi gadung di lahan pertanian antara lain,
cairan perasan yang diperoleh mengandung bahan-bahan yang mudah terfermentasi
sehingga umbu gadung mudah membusuk dan menghasilkan bau tak sedap. Dalam
pengolahan umbi gadung jika diperas secara manual dan kontak langsung dengan
kulit akan menimbulkan rasa gatal. Proses dalam pemberantasan hama relatif lama
dan butuh aplikasi yang berulang-ulang karena zat aktif dalam umbi gadung mudah
larut.
4.
Kesimpulan
Dari
hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa umbi gadung
dapat digunakan sebagai pestisida nabati, terutama untuk mengendalikan
organisme pengganggu tanaman seperti hama walang. Pembuatan
umbi gadung sebagai pestisida sangat mudah dan ekonomis karena semua bahan yang
dibutuhkan banyak ditemukan di lingkungan sekitar.
5.
Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya antara lain:
1.
Melakukan uji coba langsung terhadap hama yang
terdapat di tanaman sekitar.
2.
Menambahkan zat tambahan tertentu untuk memperkuat efektifitas pestisida
3.
Mengujikan pestisida umbi gadung terhadap hama lain selain walang
4.
Memperbanyak konsentrasi untuk penelitian lebih lanjut
agar lebih variatif
5.
Menjadikan pestisida umbi gadung dengan berbagai wujud seperti serbuk, atau
padat
6.
Memanfaatkan bagian lain umbi gadung untuk diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari
6.
Daftar pustaka
[2].(http://bukabi.wordpress.com/2009/02/02/umb-gadung/). Diakses pada hari Sabtu, 15
September 2012 20:00 WIB
[3].(http://arsip.gatra.com//20021021/artikel.php?id=21628/).
Diakses pada hari Minggu 16 September 2012 15:00 WIB
[4].(http://ikhwan-gres.blogspot.com/2011_10_01_archive.html/).
Diakses pada hari Minggu 16 September 2012 15:00 WIB
[5]. Richana. 2012. Aracea
&dioscorea, Manfaat Umbi-Umbian Indonesia. Nuansa Cendekia. Bandung. Hlm 52-55.
[6]. Sastroutomo. 1992. PESTISIDA,
dasar-dasar dan dampak penggunaanya. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
[7]. Ida Nyoman. 1995. Pengendalian Hama
Terpadu Dan Implementasinya Di Indonesia. Gajah Mada University Press,
Yogyakarta. Hlm 19.
[8]. Pracaya. 2008. Hama & Penyakit,
PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
[9]. Anonim dalam Dwi Dinar Murjani. 2011.
“Pengujian Umbi Gadung (Dioscorea hispida Dennust Sebagai Rodentisida Botanis
Siap Pakai Dalam Pengendalian Tikus Rumah (Rattus rattus diardii linn) dan
Tikus Sawah ( Rattus argentiventer Rob.& klo)” hlm.2-3
[10]. (http: //erlintan.com/smf/index.php?topic) Diakses
pada hari Minggu 16 September 2012 15:00 WIB
[11].(http://www.plantamor.com/index.php?plant/). Diakses pada hari Minggu 16
September 2012 15:00 WIB
[13]. (http:
//erlintan.com/smf/index.php?topic). Diakses pada hari Sabtu, 16 Oktober
2012 15:00 WIB
senengnyaaa di post disini:") jadi kangen masa-masa bikin KI hahaha semoga kedepannya banyak KI yang lebih keren lagi!
ReplyDelete